MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MALARIA
Achmad Sya’id, S.Kp.,M.Kep
Disusun oleh :
Ika Nur
Rahmawati (17010096)
Indah
Ayuningsih (17010097)
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES
dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN
AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang kami kerja yang berjudul “Asuhan Keperawatan Malaria” ini dapat
disusun.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Namun, saya yakin bahwa makalah ini
sangatlah banyak kekurangannya, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah
ini mengharapkan kritik dan saran agar dapat mengevaluasi makalah ini sehingga
pada pembuatannya kembali dapat sempurna.
DAFTAR ISI
Judul……………………………………………………..……..…………… 1
Kata
Pengantar…………………………………………………………..…… 2
Daftar
Isi……………….………………………………………………..…… 3
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang Masalah……….………….…………..………. 4
1.2
Rumusan Masalah………………………….………….……… 5
1.3
Tujuan………………….…………………………….……….. 5
1.4
Manfaat……………………………………………….………. 5
BAB II
Pembahasan
2.1 Konsep Dasar …………………………………………..……. 6
2.1.1 Pengertian…………………………………………...….. 6
2.1.2 Anatomi……………………………………….…….….. 7
2.1.3 Etiologi………………………………………..…….….. 8
2.1.4 Patofisiologi…………………………………………….. 10
2.1.5 Manisfestasi Klinik……………………………………... 13
2.1.6 Penatalaksaan Keperawatan………………….……….… 15
2.1.7 Komplikasi…………………………………………….… 15
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang…………………….…………... 16
BAB III Asuhan Keperawatan
3.1
Pengkajian…………..………………….…………….....……..…. 18
3.2
Diagnosa Keperawan…………………………….…………….... 19
3.3
Intervensi Keperawata……………………………..………….…. 19
BAB IV Penutup
4.1
Kesimpulan…………………………………………………..….. 26
4.2 Saran……..…………………………………………….…..…….. 26
Daftar Pustaka……………………………………………….……………….. 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh
dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 60° Lintang Utara
dan 40° Lintang Selatan (Yatim, 2007). Malaria hampir ditemukan di seluruh
bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub tropis dan
penduduk yang beresiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,5 milyar orang atau
41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun kasusnya berjumlah 300-500 juta
kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara benua
Afrika (Prabowo, 2007). Tinjauan situasi di Indonesia tahun 1997 s/d 2001
penyakit malaria ditemukan tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia
dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta orang atau 35 % penduduk Indonesia yang
tinggal di daerah resiko malaria (Depkes RI, 2008).
Malaria
masih merupakan penyakit infeksi yang menjadi perhatian WHO. Sebagian besar
daerah di Indonesia masih merupakan daerah endemik infeksi malaria, yaitu Indonesia
bagian Timur seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan
bahkan beberapa daerah seperti Lampung, Bengkulu, Riau, daerah di Jawa dan
Bali, walaupun endemitas sudah sangat rendah, masih sering dijumpai kasus
malaria (Harijanto, 2011).
Malaria
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena mempengaruhi tingginya
angka kesakitan dan kematian. Sampai saat ini malaria ditemukan tertular luas
di Indonesia dan bahkan dapat timbul secara tiba tiba di suatu daerah yang
telah dinyatakan bebas malaria. Lebih dari 15 juta penderita malaria klinis di
Indonesia dengan 30.000 kematian dilaporkan melalui unit pelayanan kesehatan di
Indonesia setiap tahun (SKRT, 1995)
Malaria
dapat menyebabkan kekurangan darah karena sel-sel darah banyak yang hancur
dirusak atau dimakan oleh plasmodium. Malaria
juga menyebabkan splenomegali yaitu
pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria klinik. Limpa merupakan
organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan
teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak,
nyeri, hiperemis. Pembesaran
terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit
parasit dan jaringan ikat bertambah, yang bisa menyebabkan perdarahan
berat akibat pecahnya kelenjar limpa (Depkes, 2007 ). Anemia terjadi terutama
karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi, plasmodium falsifarum menginfeksi seluruh stadium sel darah
merah hingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis (Depkes, 2010).
Malaria membunuh sekitar 1 juta orang setiap tahun di seluruh dunia. Sementara
ini penyakit malaria jarang terjadi didaerah beriklim sedang, malaria masih sering ditemukan di
negara-negara tropis dan subtropis. Oleh
karena itu, diperlukan penanganan dan pencegahan penyakit malaria. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir penyakit malaria adalah tenaga kesehatan. Tenaga
kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani pasien sakit dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya pencegahan penyakit
malaria.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana penyakit malaria?
1.2.2
Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat yang harus
diberikan pada penderita malaria?
1.3 Tujuan
1.3.1
Mengetahui tentang penyakit malaria, seperti definisi,
etiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi dan pemeriksaan
penunjang
1.3.2
Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat yang harus
diberikan pada penderita malaria.
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui
pencegahan dan asuhan keperawatan penyakit malaria.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
2.1.1
Pengertian
Penyakit
malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium
malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran yang
penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Soedarmo, dkk., 2008).
Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang
artinya buruk dan “Aria” yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara
buruk (bad air). Hal ini disebabkan karena malaria terjadi secara musiman di
daerah yang kotor dan banyak tumpukan air (Soedarmo,
dkk., 2008).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit (protozoa) dan genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles.
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan (Soedarmo, dkk., 2008).
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan (Soedarmo, dkk., 2008).
Penyakit ini menyerang semua kalangan
baik laki-laki ataupun perempuan, pada semua umur dari bayi, anak-anak sampai
orang dewasa. Hanya Anopheles betina yang menghisap
darah dan membawa Sporozoit Plasmodium dalam
kelenjar ludahnya yang menyebabkan Malaria.
Jika anda sedang bepergian ke tempat dimana, malaria
adalah umum mengambil obat pencegahan sebelum, selama dan setelah perjalanan
anda.Banyak parasit malaria yang sekarang kebal terhadap obat yang paling umum
digunakan untuk mengobati penyakit.
2.1.2
Anatomi
A. Limfa
Limfa merupakan
organ limfoid terbesar dan terletak di bagian depan dan dekat punggung rongga
perut di antara diafragma dan lambung. Secara anatomis, tepi limfa yang normal
berbentuk pipih. Fungsi limfa yaitu mengakumulasi limfosit dan makrofaga,
degradasi eritrosis, tempat cadangan darah dan sebagai organ pertahanan
terhadap infeksi. Partikel asing yang masuk ke dalam darah (Smeltzer, Suzaanne
C. 2002).
Limpa di bungkus
oleh kapsula. Yang terdiri dari atas 2 lapisan yaitu: satu lapisan jaringan
penyokong yang tebal dan satu lapisan otot halus. Perpanjangan kapsula ke dalam
parenkim limpa disebut trabekula. Trabekula mengandung arteri, vena, saraf, dan
pembuluh limfe. Parenkim limpa disebut pulpa yang terdiri atas pulpa merah dan
pulpa putih. Pulpa merah berwarna merah gelap pada potong limpa segar. Pulpa
merah terdiri atas sinusoid limpa. Pulpa putih tersebar dalam pulpa merah,
berbentuk oval dan bewarna putih. Pulpa putih terdiri atas pariarteriolar
lymphoid sheats (PALS), folikel limfoid dan zona marginal. Folikal limfoid
umumnya tersusun atas sel limfosit B, makrofag, dan sel debri (Smeltzer,
Suzaanne C. 2002).
B. Hepar
Hepar merupakan kelenjar
terbesar pada tubuh yang berbentuk baji yang dibungkus oleh jaringan ikat
(Glisson’s Capsule), beratnya 1500 gram (1200-1600 gram dan menerima darah 1500
ml permenit), serta mempunyai fungsi yang sangat banyak. Fungsi hepar terutama
dapat dibagi menjadi tiga diantara lain dapat memproduksi dan sekresi empedu,
berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, serta berperan dalam
filtrasi darah, mengeliminasi
bakteri dan benda asing yang masuk peredaran darah dari saluran pencernaan.
Hepar merupakan satu-satunya organ yang bisa meregenerasi sendiri, jika salah
satu bagian diangkat maka sisanya dapat tumbuh kembali ke besar dan bentuk
semula (Smeltzer, Suzaanne C. 2002).
2.1.3
Etiologi
Menurut Hiswani (2004) Penyakit malaria adalah salah satu
penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Berdasarkan
survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah ditemukan di Indonesia
ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari
species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan
penyakit malaria. Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles
yang berperan sebagai vektor penyakit malaria. Keempat spesies
plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu plasmodium falciparum yang
meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana,
plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan plasmodium ovale yang
menyebabkan malaria ovale (Soedarmo, dkk., 2008).
Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk
anopheles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria
berkembang pasca-penularan transplasenta atau sesudah transfusi darah yang
terinfeksi. Masa inkubasi (antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya
parasit dalam darah) bervariasi sesuai dengan spesies; pada P. falciparum masa
inkubasinya 10 – 13; pada P.vivaks dan P. ovale, 12 – 16 hari; dan pada P.
malariae 27 – 37 hari, tergantung pada ukuran inokulum. Malaria yang ditularkan
melalui tranfusi darah yang terinfeksi nampak nyata pada waktu yang lebih
pendek (Nelson, 2000)
Setelah manusia
digigit oleh nyamuk anopheles betina tersebut, maka akan timbul tanda dan
gejala seperti demam menggigil, kejang-kejang, anemia, nafas sesak, gangguan
kesadaran dan hilangnya nafsu makan. Setelah tanda dan gejala muncul jika tidak
segera diobati akan menyebabkan akibat lanjut (komplikasi ). Adapun komplikasi
dari penyakit malaria adalah anemia berat, malaria selebral (koma), gagal
ginjal akut, edema paru, kelainan hati dan hipoglikemia. ( Mansjoer, Arif.
1999)
Dalam daur hidupnya plasmodium mempunyai hospes yaitu
vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam hospes vertebrata dikenal
sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam
nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh
manusia melalui ludah nyamuk kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh
sebagai skizon (stadium ekso-eritrositer atau stadium pra-eritrositer).
Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut
hipnozoit (Soedarmo, dkk., 2008).
Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit.
Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit.
Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium
eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma
yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon
muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan
eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada di
dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh RES. Plasmodium yang dapat
meghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium
skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian
gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus
tersebut disebut masa tunas intrinsik (Soedarmo, dkk., 2008).
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual
(sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro
dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk
zigot yang disebut ookinet, yang selanjutnya menembus dinding lambung nyamuk
membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan
dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas
ektrinsik. Secara umum, pada dasarnya semua orang dapat terkena malaria
(Soedarmo, dkk., 2008).
2.1.4
Patofisiologi
Patway Malaria
menurut Doengeoes EM, Marlynn. (2001).
Patofisiologi
pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan hipotesis
telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan
dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang
mengandung parasit pada endotelium kapiler (Lukman.
2010).
Perubahan ini
cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa
mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis
terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak
menimbulkan perubahan patofisiologik
(Soedarmo,
dkk., 2008).
Demam atau dalam
bahasa medis disebut dengan febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh
normal. Mungkin kita bertanya, mengapa suhu tubuh kita meningkat?? Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mencoba melihat kembali dan
memahami tentang sistem pengaturan suhu tubuh kita. Suhu tubuh kita diatur oleh
sebuah “mesin khusus” pengatur suhu yang terletak di otak tepatnya di bagian
hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre = sebelum, anterior=
depan) Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari deinsephalon yang merupakan
bagian dari otak depan kita (prosencephalon). Hipotalamus dapat dikatakan
sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat reseptor
(penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal dengan
nama termoreseptor (termo = suhu). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh
dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh.
Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di dalam
tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal dari
proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu inti
berada dalam batas 36,5-37,5°C (Smeltzer, Suzaanne C.
2002).
Proses perubahan
suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh “zat
toksis (racun)” yang masuk kedalam tubuh.Umumnya, keadaan sakit terjadi karena
adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu
sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya
serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali
dengan masuknya “racun” kedalam tubuh kita. Contoh “racun” yang paling mudah
adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam
tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai
pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh” antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan
adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengelurkan
“senjata” berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya
interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang
keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun
hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam
arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2 (Smeltzer,
Suzaanne C. 2002).
Asam arakhidonat
yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja
dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan
meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). suhu di luar tubuh
sekarang berada dibawa dari suhu dalam tubuh dalam artian disini terjadi
peningkatan suhu dalam tubuh, keadaan ini memberikan ketidak seimbangan diluar
dan di dalam tubuh dan akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya
proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak
atau dapat diberikan selimut.. Literature lainyya menjelaskan bahwa kontraksi
otot (menggigil) memberikan dampak berupa penurunan suplai darah ke jaringan.
Dengan demikian tubuh akan mengeluarkan panas berupa keringat . Adanya
perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang
mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau
febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik
(akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anak-anak yang disebut
dengan kejang demam)Dengan memahami mekanisme sederhana dari proses terjadinya
demam diatas, maka salah satu tindakan pengobatan yang sering kita lakukan
adalah mengompres kepala dan meminum obat penurun panas misal yang sangat
familiar adalah parasetamol (Smeltzer, Suzaanne C. 2002).
Menurut
Mansjoer,
(1999; 409) ada empat
jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
a.
Plasmodium vivax yaitu plasmodium yang menyebabkan
malaria benigna/tertiana dan Plasmodium ini banyak tersebar di India
dan Amerika Serikat (di negara lain juga ditemukan tetapi tidak banyak). Masa
inkubasinya (masa dari penggigitan di tubuh manusia hingga menimbulkan
penyakit) adalah sekitar 8-13 hari. Infeksi parasit ini bisa sampai ke bagian
limpa. Parasit tipe ini bisa bersembunyi dari dalam hati dan kembali lagi
setelah kondisi memungkinkan.
b.
Plasmodium falciparum yaitu plasmodium yang menyebabkan
malaria tropica dan Plasmodium yang paling banyak mengancam kehidupan.
Hal ini karena parasit ini sering kebal terhadap berbagai macam obat dan
antibiotik. Masa inkubasinya adalah selama 5-12 hari.
c.
Plasmodium malariae yaitu plasmodium yang menyebabkan
malaria quartana dan Plasmodium yang banyak terdapat di mana-mana.
Masa inkubasinya 2-4 minggu. Jika tidak diobati, infeksi bisa bertahan dalam
waktu tahunan.
d. Plasmodium
ovale, dijumpai pada daerah afrika dan pasifik barat,di indonesia dijumpai
dinusa tenggara barat dan irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan
dapat sembuh sepontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale. Masa
inkubasinya adalah selama 8-17 hari. Parasit tipe ini juga bisa bersembunyi di
dalam hati dan kembali saat kondisi memungkinkan.
2.1.5
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang di temukan pada
klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer dkk. (2001) antara lain
sebagai berikut :
a. Demam
Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu;
·
Menggigil (15 menit- 1 jam )
·
Pucat demam (2-6 jam)
·
Berkeringat (2-4 jam)
b.
Kejang-kejang
Pasien/penderita malaria akan
mengalami kejang karena suhu yang tinggi (40-41 C)
c.
Anemia
Pengrusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropelesis sementara penghambatan pengeluaran retikolosis dan
pengaruh sitoksin. Menyebabkan suplai darah berkurang.
d.
Nafas sesak
Pada penderita malaria, adanya nyeri
dada menyebabkan nafas penderita menjadi sesak.
e.
Gangguan kesadaran
Keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls aferen dan impuls eferen.
f.
Hilangnya nafsu makan
Gejala malaria berdasarkan jenis
malaria:
1.
Gejala malaria vivax(M.benigna/tertiana)
·
Demam ringan
·
Keringan dingin dan menggigil
·
Masa inkubasi 12-1 hari
·
Limfa akan terasa pada minggu ke dua
·
Oedema tungkai
·
Terjadinya relaps
2.
Gejala malaria falcifarum (M.tropica)
·
Demam tinggi
·
Anemia
·
Suhu tubuh naik bertahap
·
Inkubasi 9-14 hari
·
Nyeri tungkai
·
Lesu
3.
Gejala malaria malariae (M.quartana)
·
Serangan menyerupai malaria vivax
·
Oedema
·
Selang waktu setiap 72 jam
·
Masa inkubasi 18-40 hari
4.
Gejala malaria ovale
·
Masa inkubasi 11-16 hari
·
Pucat
2.1.6
Penatalaksanaan
keperawatan
Penatalaksanaan malaria secara umum
klien menderita malaria menurut Doengeoes EM, Marlynn. (2001), antara lain
sebagia berikut:
a. Pertahankan
fungsi vital (sirkulasi, kebutuhan cairan dan infuse)
b. Hindari
trauma (bagaimana tindakan yang dilakukan supaya klien tidak mengalami trauma)
c. Hati-hati
komplikasi (perhatikan keadaan klien agar tidak terjadi akibat lanjut)
d. Posisi
tidur sesuai dengan kebutuhan (mengatur posisi klien agar lebih nyaman)
e. Monitoring
(temperatur, nadi, TD, dan respirasi)
f. Perhatikan
diet (diet yang digunakan pada pasien)
Selain itu juga dilaksanakan pencegahan
malaria menurut Sudoyo. W. Aru, dkk.(1999) dengan cara:
a. Mengguanakan
kelambu
b. Menggunkan
pembasmi nyamuk
c. Tempat
tinggal jauhkan dari kandang ternak
d. Membersihkan
srang nyamuk dan tempat hinggap nyamuk
e. Memasang
kawat kassa pada jendela dan ventilasi
f. Membunuh
jentik nyamuk dengan menyemprot (bubuk obat)
g. Hindari
rumah yang gelap, kotor lembab dari genangan air.
2.1.7
Komplikasi
Adapun menurut
Mansjoer, (1999; 409) komplikasi dari penyakit malaria adalah:
a.
Malaria serebral (koma)
Suatu akut ensepalopati yang menurut
WHO defenisi malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu: koma yang tidak dapat dibangunkan
atau koma yang menetap >30 menit setelah kejang disertai adanya plasmodium
falciparum yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain akut ensefalopati telah
disingkirkan.
b.
Anemia berat (hb <10.000)
Anemia adalah penurunan jumlah sel
darah merah dalam merah dalam darah akibat dari berkurangnya jumlah darah,
badan terasa lemah dan cepat lelah.
c.
Gagal ginjal akut
Gagal jantung adalah keadaan jantung
yang memberikan sindrom klinik akibat ketudakmampuan jantung memompakan darah
secara adekuat untuk memenhi kebutuhan metabolisme badan meskipun aliran balik
masih baik.
d.
Edema paru
Edema (oedema) atau sembab adalah
meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan
interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan
dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dari rongga badan) edema dapat
bersifat setempat (lokal) dan umum (general).
e.
Kelainan Hati
Kelainan hati disebabkan karena
tergangguanya fungsi hati dalam
menetralisir zat toksik.
f.
Hipogmikemia
Keadaan dimana kadar glukosa darah
< 60 mg/dl atau kadar glukosa darah < 80 mg / dl.
2.1.8
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan menurut Sudoyo. W. Aru, dkk.(1999) sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan
tes darah
Pemeriksaan
mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya pemeriksan darah tepi.
pemeriksaan satu kali dengan hasil (-) tidak mengenyampingkan diagnosa malaria
pemeriksaan darah tepi 3x dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat
dikesampingkan
Adapun
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan:
·
Tetesan preparat darah tebal
·
Tetesan preparat darah tipis
a.
Tes antigen (p-f test)
Mendeteksi antigen
apakah plasmodium falciparum atau plasmodium vivax.
b.
Tes serologi
Teknik indirect fluorescent antibody test
adanya antibody spesifik.
c.
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes DNA untuk meneliti jumlah parasit yang
terdapat dalam tubuh
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
Pengkajian pasien
malaria menurut Doengeoes EM, Marlynn, (2001), didasarkan pada dasar
menisfestasi klinik sebagi berikut:
Dasar data pengkajian :
a.
Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan,
kelemahan, malaise umum.
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
b.
Sirkulasi
Tanda : Tekanan
darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam). Kulit hangat, dieresis (diaphoresis)
karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vasokontriksi), hipovolemia penurunan
aliran darah.
c.
Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan pengeluaran urine
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan pengeluaran urine
Tanda :
Distensi abdomen.
d.
Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan,
penurunan lemak subkutan, dan penurunan
masa otot. Penurunan pengeluaran urine, kosentrasi urine.
e.
Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, sesak dan
pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan,
kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
f. Pernapasan.
Tanda :
Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala :
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
g. Penyuluhan/
pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal,
keracunan alkohol, riwayat
splenektomi, baru saja menjalani operasi/prosedur invasif, luka traumatik.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurt buku Herdman, T. Heather,
(2015) dalam buku Diagnosis Keperawatan edisi 10, diagnose keperawatan pada pasien
dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan
seperti dibawah ini :
a.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh ; berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat ;
anorexia; mual/muntah
b.
Resiko infeksi ; berhubungan dengan
penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive.
c.
Hipertermia ; berhubungan dengan
perubahan pada regulasi temperatur.
d.
Intoleran aktivitas ; berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari kebutuhan.
e.
Nyeri akut, berhubungan neuro sensori
ditandai dengan sakit kepala dan sesak nafas.
f.
Kekurangan volume cairan, berhubungan
dengan keseimbangan cairan.
g.
Kurang pengetahuan ; mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi
informasi, keterbatasan kognitif.
3.3 Intervensi Keperawatan
Rencana
keperawatan malaria berdasarkan NIC dan NOC yang berkaitan dengan masing-masing diagnosa diatas adalah :
a.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat; anorexia; mual/muntah .
Tujuan : Gangguan
pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat
Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat
NIC : Manajemen Nutrisi
NOC : Status Nutrisi
Tindakan/ Intervensi :
·
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang
disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan
konsumsi makanan.
·
Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil
yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
·
Pertahankan jadwal penimbangan berat badan
secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
·
Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam
diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
·
Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan
gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
·
Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi
kebutuhan nutrisi.
b.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem
tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tujuan : Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas
dari tanda-tanda infeksi.
NIC
: Kontrol Infeksi
NOC
: Kontrol risiko, proses infeksi.
Tindakan/
Intervensi :
·
Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu
tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
·
Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada
infeksi umum.
·
Memantau tanda – tanda penyimpangan kondisi/
kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik
atau pertumbuhan dari organisme.
·
Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk
infeksi umum.
·
Dapatkan
spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria.
c. Hipertermia
berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperatur.
Tujuan : Menunjukkan suhu dalam
batas normal, bebas dari kedinginan.
NIC : Perawatan Hipertermia
NOC : Kontrol risiko hipertermia
Tindakan/
intervensi :
·
Pantau suhu pasien (derajat dan pola),
perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
·
Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu
ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
·
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
·
Kolabirasi : Berikan
antipiretik.
Rasional : Digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
·
Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan
untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
d. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
nutrisi dari kebutuhan.
Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari).
NIC : Manajemen Energi
NOC: Toleransi terhadap aktivitas
Tindakan/intervensi :
·
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS
normal, catat laporan kelelahan,
keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
·
Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah
aktivitas. Catat respons terhadap
aktivitas (mis: peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
·
Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah
baring bila diindikasikan. Pantau dan
batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
·
Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi
dengan duduk, duduk untuk melakukan
tugas-tugas.
Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
·
Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas
bila palpitasi, nyeri dada, napas
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
Rasional : Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stress dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
e. Nyeri
akut, mengakibatkan sesak dan sakit kepala berhubungan dengan neoro sensori.
Tujuan : pengurangan
atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh
pasien.
Criteria
hasil : nyeri berkurang atau hilang
NIC :
Manajemen Nyeri
NOC : Status
neurologi
Tindakan/
intervensi:
·
Memberikan pengetahuan tentang nyeri, penyebab
nyeri dan antisipasi ketidaknyamanan. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar
mengenai manajemen nyeri.
·
Istirahat/tidur yang adekuat. Rasional : dukung
istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
·
Kolaborasi: Pemberian analgesik. Rasional:
Memberikan individu penurun nyeri yang optimal dengan resep analgesik sehingga
nyeri teratasi.
·
Mempertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon
nyeri. Rasional: Memahami budaya klien tentang respon nyeri.
·
Mengajarkan teknik penurun nyeri non
farmakologi. Rasional: mengajarkan relaksasi, teknik aplikasi panas/dingin dan
pijatan untuk mengurangi tingkat nyeri.
f. Kekurangan
volume cairan, berhubungan dengan keseimbangan cairan.
Tujuan :
meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi yag dihasilkan dari
tingkat cairan tidak normal.
Kriteria hasil:
kebutuhan cairan tubuh terpenuhi.
NIC : Manajemen
Cairan
NOC : Keseimbangan
cairan
Tindaka/intervensi:
·
Kaji tanda-tanda vital klien. Rasional: Mengukur
tanda-tanda vital untuk memonitor keadaan klien.
·
Berikan cairan IV. Rasional: pemberian cairan IV
dengan kolaborasi untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
·
Dukung klien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik. Rasional : menlakukan komunikasi terapeutik.
·
Menawari minuman yang disukai pasien. Rasional:
pemberian cairan oral untuk mempercepat pengembalian cairan tubuh yang hilang.
·
Memonotor reaksi klien terhadap terap elektrolit
yang deresepkan. Rasional: memonitor adanya edema atau infeksi pada pemberian
cairan IV.
·
Berika produk-produk darah. Rasional : memenuhi
kekurangan darah akibat trombosit berkurang.
g. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif.
Tujuan : Pengetahuan
keluarga tentang proses penyakit meningkat.
Kriteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakit malaria.
Kriteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakit malaria.
NIC : Pendidikan
kesehatan
NOC :
Pengetahuan, rejimen penanganan
Tindakan/
intervensi:
·
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional :
Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
·
Berikan informasi mengenai terapi obat – obatan,
interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan
mengurangi kambuhnya komplikasi.
·
Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional
yang tepat dan seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
·
Dorong periode istirahat dan aktivitas yang
terjadwal.
Rasional : Mencegah
pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
·
Tinjau
perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
·
Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan
evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
·
Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai
kebutuhan.
Rasional : Pengguaan
terhadap pencegahan terhadap infeksi.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Malaria adalah
penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia
ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain berasal dari vektor
nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik
yang terkontaminasi darah penderita malaria.
Malaria yang
paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan disebut sebagai
malaria tertiana maligna. Ada 4 jenis malaria: Malaria Tropika (Plasmodium
Falcifarum), Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae), Malaria
Ovale (Plasmodium Ovale), Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax).
4.2
Saran
Penyakit malaria
disebabkan oleh nyamuk maka mengurangi penyebaran dan berkembangbiaknya nyamuk,
maka dihimbau kepada masyarakat agar hidup bersih dan sehat seperti,
menjaga kebersihan lingkungan, rumah, bila terkena malaria cepat berobat ke
puskesmas atau rumah sakit terdekat.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
A. Aziz alimul Hidayat. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta ; EGC
Doengeoes EM, Marlynn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta ; EGC
Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
http://www.depkes.go.id
Depkes RI,1997.Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Jakarta
Dochterman, J. M., &
Bulechek, G. M. (2004). Nursing
Interventions Classification (NIC) (5th ed.). United states of America
: Mosby Elsevier
Harijanto, P.N.,dkk, 2009. Malaria dari Molekuler ke
Klinis. Edisi II. EGC, Jakarta.
Hiswani, 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di
Indonesia. http://www.library.usu.ac.id
Lukman. 2010. Kemenkes: 424 Kabupaten di Indonesia dengan Malaria. www.infeksi.com diakses
tanggal 21 Januari 2011
Mansjoer
Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta ; FKUI
Moorhead,
S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) (5th ed. ). United
states of America: Mosby Elsevier.
Nanda.
(2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather
Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:
EGC.
Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1. Jakarta : EGC, 2000.
Nettina. M. Sandra. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta ;
EGC
Soedarmo, dkk. 2009. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI Mayo Clinic,
Disease And Condition Malaria
Smeltzer, Suzaanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar